MANAJEMEN KEUANGAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Investasi pada
hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan
untuk memperoleh keuntungan dimasa mendatang. Umumnya investasi dibedakan
menjadi dua, yaitu; investasi pada asset-aset riil dan investasi pada
asset-aset finansial. Investasi pada aset-aset riil dapat berbentuk pembelian asset produktif, pendirian pabrik,
pembukaan pertambangan, pembukaan perkebunan dan lainnya.
Dengan berinvestasi maka dana yang terdapat dalam kas perusahaan tidak
menganggur. Investasi dapat dimaksudkan sebagai akumulasi dari suatu bentuk
aktiva untuk memperoleh manfaat dimasa yang akan datang. Dengan adanya
investasi maka perusahaan mengharapkan beberapa keuntungan yakni terjaminnya
manajemen kas, terciptanya hubungan yang erat dan memperkuat posisi keuangan
suatu perusahaan. Investasi merupakan unsur yang sangat penting dalam
perusahaan. Aktivitas investasi yang dilakukan oleh perusahaan akan
dijadikan sebagai dasar penilaian manajemen kas perusahaan.
B.
Rumusan Masalah
Bagaimana cara membandingkan metode penilaian
investasi?
C.
Tujuan
Untuk mengetahui cara membandingkan metode
penilaian investasi
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Cara membandingkan metode penilaian investasi
Suatu investasi
dikatakan menguntungkan (profitable) kalau investasi tersebut bisa membuat
pemodal menjadi lebih kaya. Dengan kata lain, kemakmuran pemodal menjadi lebih
besar setelah melakukan investasi. Pengertian ini konsisten dengan tujuan
memaksimumkan nilai perusahaan.
Didalam hal ini
ada beberapa metode yang digunakan didalamnya, tinggal bagaimana cara kita
memilih metode mana yang lebih baik yang akan kita gunakan kedepannya.
Dua metode yang
pertama, yaitu average rate of return dan payback period, mempunyai kelemahan
yang sama, nilai waktu uang. Padahal, kita mengetahui bahwa uang mempunyai nilai waktu. Dua metode yang terakhir, yaitu
IRR dan PI, mempunyai persamaan yaitu memperhatikan nilai waktu luang dan menggunakan dasar arus
kas. Meskipun demikian kita akan melihat adanya beberapa kelemahan
metode-metode tersebut.
1.
Kelemahan metode IRR
Kelemahan
pertama adalah bahwa atau yang dihitung akan merupakan angka yang sama untuk
setiap tahun usia ekonomis. Perhatikan bahwa i= 16, 62% berarti bahwa IRR1=
IRR2= IRR3= IRR4= 16,62%. Metode IRR tidak
memungkinkan menghitung IRR yang (mungkin) berbeda setiap tahunnya[1].
Sebagai misal,
bisa saja ditaksir bahwa r1= 16%, r2= 15%, r3=
17%, dan r4= 13%. Dengan menggunakan r yang berbeda
setiap tahunnya, NPV tetap bisa dihitung, tetapi IRR tidak mungkin dihitung.
Kelemahan yang kedua adalah bisa diperoleh atau
yang lebih dari satu angka (multiple IRR). Perhatikan contoh berikut :
Tahun
|
0
|
1
|
2
|
Arus kas
|
-Rp.16 juta
|
+ Rp.10.0 juta
|
- Rp. 10.00 juta
|
Perhatikan
bahwa terjadi dua kali pergantian tanda arus kasnya. Persoalan tersebut bisa
dirumuskan sebagai berikut:

Kalau kita
hitung, kita akan memperoleh dua nilai/yang membuat sisi kiri persamaan sama dengan
nilai sisi kanan persamaan. Nilai-nilai i adalah:
i1= 4,00 (artinya 400%), dan
i2= 0,25 (artinya 25%).
Dengan demikian
timbul masalah, yaitu i mana yang akan kita pergunakan. Kalau kita pilih i1,
maka investasi akan dikatakan menguntungkan apabila r < 400% (misal
30%). Sebaliknya bila dipergunakan i2, maka investasi dikatakan
tidak menguntungkan kalau r =
30%. Bahkan keputusan akan salah kalau misalnya r = 20%, sehingga kita
menyimpulkan investasi tersebut menguntungkan baik dipergunakan i1
maupun i2. Hal tersebut terjadi karena NPV investasi tersebut kalau
digambarkan akan Nampak sebagimana pada gambar 12.1. gambar tersebut menunjukkan justru kalau r
< 25%, maka NPV investasi tersebut negative (artinya investasi harus
ditolak).
Kelemahan yang
ketiga pada saat perusahaan harus memilih proyek yang bersifat mutually
exclusive (artinya pilihan yang satu meniadakan pilihan lainnya). Untuk itu
perhatikan contoh berikut ini (arus kas dalam rupiah).
proyek
|
Tahun 0
|
Tahun 1
|
Tahun 2
|
Tahun 3
|
NPV
(r =18%)
|
IRR
|
A
B
|
-1.000
-1.000
|
+ 1.300
+ 300
|
+ 100
+ 300
|
+ 100
+ 1.300
|
234,37
260,91
|
42%
30%
|
![]() |
Kalau kita perhatikan NPV-nya, maka proyek A
seharusnya dipilih karena memberikan NPV terbesar. Sedangkan kalau kita
menggunakan IRR, kita akan meilih B karena proyek tersebut memberikan IRR yang
lebih tinggi. Pertanyaannya tentu saja adalah, apakah kita seharusnya memilih A
(sesuai dengan criteria NPV) ataukah memilih B dengan (sesuai dengan criteria
IRR). Untuk itu persoalan tersebut bisa dimodifikasikan sebagai berikut :
proyek
|
Tahun 0
|
Tahun 1
|
Tahun 2
|
Tahun 3
|
NPV
(r =18%)
|
IRR
|
A
B
B Minus A
|
-1.000
-1.000
0
|
+ 1.300
+ 300
-1.000
|
+ 100
+ 300
+ 200
|
+ 100
+ 1.300
+ 1.200
|
234,37
260,91
26,53
|
42%
30%
20%
|
B minus A artinya adalah bahwa kita menerima B
dan A. kalau kita melakukan hal tersebut maka pada tahun 1 kita akan menerima
Rp. 1000 lebih kecil, tetapi pada tahun ke 2 dan ke 3, berturut turut kita akan
menerima Rp. 200 dan Rp. 1200 lebih besar. Tingkat bunga yang menyamakan pola
arus kas incremental (atau selisih) ini adalah 20% (disebut juga incremental
IRRnya 20%). Kalau tingkat bunga yang layak adalah 18%, bukankah pantas kalau
kita menerima B dan menolak A? kita lihat juga bahwa NPV dari arus kas incremental
tersebut adalah + Rp. 26.53.
Berarti dalam situasi mutually exclusive kita
mungkin salah memiloih proyek kalau kita menggunakan criteria IRR, penggunaan
IRR akan tepat kalau dipergunakan incremental IRR.
2.
Kelemahan
metode PI (profitability indeks)
Metode PI akan selalu memberikan keputusan yang sama dengan NPV
kalau dipergunakan untuk menilai usulan investasi yang sama. Tetapi kalau
dipergunakan untuk memilih proyek yang mutually exclusive, metode PI bisa
kontradiktif dengan NPV. Untuk itu perrhatikan contoh berikut ini[2]:
proyek
|
PV kas keluar (investasi)
|
PV kas masuk
|
NPV
|
PI
|
C
D
|
-Rp 1.000
-Rp 500
|
+ Rp 1.100
+ Rp 560
|
+ Rp 100
+ Rp 60
|
1,10
1,12
|
Table diatas menunjukkan bahwa kalau
dipergunakan criteria NPV, maka proyek C dipilih, tetapi dengan criteria PI,
proyek D yang dipilih. Masalah ini memang sering membingungkan para mahasiswa
karena bukankah proyek D memberikan “keuntungan” Rp.60 dari investasi Rp.500,
sedangkan C memang meberikan “keuntungan” RP.100 tetapi ndari investasi
Rp.1000? mengapa harus memilih C?
Sebenarnya “kebingungan” tersebut
berasal dari asumsi yang mendasarinya. Kalau perusahan bisa memilih antara C
dan D, maka tentunya perusahaan memiliki dana minimal RP.1000. kalau kurang
dari Rp.1000, maka perusahaan tidak akan bisa mengambil proyek C. dengajn
demikian, persoalan bisa dirumuskan sebagai berikut. Seandainya perusahaan
memiliki dana sebesar RP.1000, dan tidsk ada proyek-proyek lain selain C dan D,
proyek mana yang akan dipilih jawaban? C atau D? jawabnya jelas C.
Secara umum sebenarnya criteria NPV
mengisyaratkan bahwa perusahaan seharusnya memilih proyek-proyek yang akan
memaksimumkan NPV.
Selain memiliki kelemahan
pengambilan keputusan dengan criteria profitability indeks mempunyai beberapa
keuntungan diantara keuntungan profitability indeks adalah[3]:
Pertama, metode ini meberikan
criteria keputusan yang ssma dengan metode Net Present Vlue, kecuali untuk
proyek yang bersifat mutually exclusife.
Kedua, metode profitability indeks
dapat digunakan sebagai suatu tekhnik untuk merangking proyek yang akan
dipilih, dimana terdapat keterbatasan modal sedangkan proyek yang harus dipilih
cukup banyak tersedia.
3.
NPV dan Tujuan
Normatif Manajemen Keuangan
Secara teoritis penggunaan
NPV akan memeberikan hasil yang terbaik dalam penilaian profitabilitas
investasi. Disamping itu, NPV menunjukkan tambahan kemakmuran rill yang
diperoleh oleh pemodal dengan mengambil suatu proyek. Apabila kita kaitakan
dengan tujuan normative manajement keuangan, yaitu untuk meningkatkan
kemakmuran pemilik perusahaan, maka NPV konsisten dengan tujuan normative
tersebut. Marilah kita perhatikan contoh hipotetis[4].
Misalkan suatu perusahaan memperoleh tawaran untuk mengelola
perparkiran disuatu wilayah selam lima tahun. Hak tersebut harus dibayar kepada
pemerintah daerah seharga Rp.1.200 juta. Misalkan perusahaan menggunakan 100%
modal sendiri. Setelah perusahaahn membayar hak parkir tersebut neraca
perusahaan, pada harga perolehan akan Nampak sebagai berikut (anggaplah bahwa
perusahaan tidak mempunyai aktiva apapun selain hak parker tersebut).
Neraca
perusahaan setelah membeli hak parker (pada harga perolehan)
Aktiva
|
Pasiva
|
Hak
parkir Rp 1.200 juta
Total Rp 1.200 juta
|
Modal
sendiri Rp 1.200 juta
Total Rp 1.200 juta
|
Setelah perusahaan memperoleh hak
parkir tersebut, para nails keuangan mendapatkan bahwa perusahaan bisa
memperoleh kas masuk bersih perbulan sebesar RP.30 juta. Mereka nuga
berpendapat bahwa tingkat bunga yang relevan untuk perusahaan tersebut adalah
1% per bulan. Apabila semua orang sepakat tentang analisis tersebut, maka nilai
hak parker tersebut adalah :
PV Hak
parkir

PV Hak
parkir = Rp 1.348 Juta
Dengan demikian apabila disajikan
dalam bentuk neraca, tetapi dicatat pada nilai pasar, maka neraca perusahaan
tersebut adalah sebagai berikut:
Neraca perusahaan (pada nilai pasar)
Aktiva
|
Pasiva
|
Hak
parkir Rp 1.348 juta
Total Rp 1.348 juta
|
Modal
sendiri Rp 1.348 juta
Total Rp 1.348 juta
|
Ini berarti bahwa nilai sebesar
RP.1200 yang diinvestasikan sekarang naik menjadi RFP.1.348 juta.
Pertambahan nilai sebesar RP.148 juta
ini tidak lain merupakan net present value investasi tersebut. Ini berarti bahwa
seandainya perusahaan tersebut saat ini dijual, maka para pemodal akan menawar
harga Rp.1.348 juta. Dengan kata lain, bagi pemilik perusahaan akan mengalami
kenaikan kemakmuran sebesar Rp. 148 juta.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ciri-ciri dari Investasi dalam aktiva tetap atau capital budgeting
adalah bahwa nilai investasi umumnya besar dan jangka waktu unvestasinya yang
lama. Dengan karakteristik ini maka keputusan investasi dalam aktiva tetap akan
mempunyai resiko yang besar terhadap tingakt profitabilitas perusahaan. Untuk
mengurangi kemungkinan menderita kerugian dari investasi aktiva tatpi ini,
suatu keputusan investasi harus direncanakan dengan baik. Perencanaan investasi
ini merupakan suatu tahap awal dari proses analisi investasi, yang terdiri dari
: perencanaan investasi, analisis investasi, pemilihan proyek, pelaksanaan
proyek dan pengawasan proyek.
Dalam merencanakan suatu
penilaian profitabilitas investasi terdapat beberapa metode yang dapat
kita gunakan diantaranya, average rate
of return, payback period (dan discounted payback), internal rate of return,
dan profitability index, tinggal bagaimana kita dapat memilih dengan tepat
meteode mana yang akan kita pilih dan gunakan dan yang sesuai dengan apa yang
kita harapkan dengan cara membandingkan metode satu dengan yang lainnya dalam
hal kelemahan, dan kelebihannya.
Dengan
begitu tentunya kita akan lebih mudah tau metode mana yang lebih baik dan yang
akan kita gunakan.
DAFTAR
PUSTAKA
Husnan. Suad, dan Pudjiastuti. Enny.
2006. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN
Muslich. Mohamad.2003. Manajemen
Keuangan Modern. Jakarta : PT. Bumi Aksara
[1] Husnan. Suad, dan Pudjiastuti. Enny. 2006. Dasar-dasar Manajemen
Keuangan. Hal:190 Yogyakarta: UPP STIM YKPN
[2] Husnan. Suad,
dan Pudjiastuti. Enny. 2006. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Hal:192 Yogyakarta:
UPP STIM YKPN
[4] Husnan. Suad,
dan Pudjiastuti. Enny. 2006. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Hal:192-193
Yogyakarta: UPP STIM YKPN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar