Minggu, 05 Mei 2019

Perbandingan Metode Penilaian Investasi

MANAJEMEN KEUANGAN

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan dimasa mendatang. Umumnya investasi dibedakan menjadi dua, yaitu; investasi pada asset-aset riil dan investasi pada asset-aset finansial. Investasi pada aset-aset riil dapat berbentuk  pembelian asset produktif, pendirian pabrik, pembukaan pertambangan, pembukaan perkebunan dan lainnya.
Dengan berinvestasi maka dana yang terdapat dalam kas perusahaan tidak menganggur. Investasi dapat dimaksudkan sebagai akumulasi dari suatu bentuk aktiva untuk memperoleh manfaat dimasa yang akan datang. Dengan adanya investasi maka perusahaan mengharapkan beberapa keuntungan yakni terjaminnya manajemen kas, terciptanya hubungan yang erat dan memperkuat posisi keuangan suatu perusahaan. Investasi merupakan unsur yang sangat penting dalam perusahaan.  Aktivitas  investasi yang dilakukan oleh perusahaan akan dijadikan sebagai dasar penilaian manajemen kas perusahaan.

B.     Rumusan Masalah
Bagaimana cara membandingkan metode penilaian investasi?

C.    Tujuan
Untuk mengetahui cara membandingkan metode penilaian investasi







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Cara membandingkan metode penilaian investasi
Suatu investasi dikatakan menguntungkan (profitable) kalau investasi tersebut bisa membuat pemodal menjadi lebih kaya. Dengan kata lain, kemakmuran pemodal menjadi lebih besar setelah melakukan investasi. Pengertian ini konsisten dengan tujuan memaksimumkan nilai perusahaan.
Didalam hal ini ada beberapa metode yang digunakan didalamnya, tinggal bagaimana cara kita memilih metode mana yang lebih baik yang akan kita gunakan kedepannya.
Dua metode yang pertama, yaitu average rate of return dan payback period, mempunyai kelemahan yang sama, nilai waktu uang. Padahal, kita mengetahui bahwa uang mempunyai  nilai waktu. Dua metode yang terakhir, yaitu IRR dan PI, mempunyai persamaan yaitu memperhatikan  nilai waktu luang dan menggunakan dasar arus kas. Meskipun demikian kita akan melihat adanya beberapa kelemahan metode-metode tersebut.

1.    Kelemahan metode IRR
Kelemahan pertama adalah bahwa atau yang dihitung akan merupakan angka yang sama untuk setiap tahun usia ekonomis. Perhatikan bahwa i= 16, 62% berarti bahwa IRR1= IRR2= IRR3= IRR4= 16,62%. Metode IRR tidak memungkinkan menghitung IRR yang (mungkin) berbeda setiap tahunnya[1].
Sebagai misal, bisa saja ditaksir bahwa r1= 16%, r2= 15%, r3= 17%, dan r4= 13%. Dengan menggunakan r yang berbeda setiap tahunnya, NPV tetap bisa dihitung, tetapi IRR tidak mungkin dihitung.
Kelemahan yang kedua adalah bisa diperoleh atau yang lebih dari satu angka (multiple IRR). Perhatikan contoh berikut :

Tahun
0
1
2
Arus kas
-Rp.16 juta
+ Rp.10.0 juta
- Rp. 10.00 juta

Perhatikan bahwa terjadi dua kali pergantian tanda arus kasnya. Persoalan tersebut bisa dirumuskan sebagai berikut:


Kalau kita hitung, kita akan memperoleh dua nilai/yang membuat sisi kiri persamaan sama dengan nilai sisi kanan persamaan. Nilai-nilai i adalah:

i1= 4,00 (artinya 400%), dan
i2= 0,25 (artinya 25%).

Dengan demikian timbul masalah, yaitu i mana yang akan kita pergunakan. Kalau kita pilih i1, maka investasi akan dikatakan menguntungkan apabila r < 400% (misal 30%). Sebaliknya bila dipergunakan i2, maka investasi dikatakan tidak menguntungkan kalau  r = 30%. Bahkan keputusan akan salah kalau misalnya r = 20%, sehingga kita menyimpulkan investasi tersebut menguntungkan baik dipergunakan i1 maupun i2. Hal tersebut terjadi karena NPV investasi tersebut kalau digambarkan akan Nampak sebagimana pada gambar 12.1.  gambar tersebut menunjukkan justru kalau r < 25%, maka NPV investasi tersebut negative (artinya investasi harus ditolak).
Kelemahan yang ketiga pada saat perusahaan harus memilih proyek yang bersifat mutually exclusive (artinya pilihan yang satu meniadakan pilihan lainnya). Untuk itu perhatikan contoh berikut ini (arus kas dalam rupiah).

proyek
Tahun 0
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
NPV
(r =18%)
IRR
A
B
-1.000
-1.000
+ 1.300
+  300
+ 100
+ 300
+ 100
+ 1.300
234,37
260,91
42%
30%


 












Kalau kita perhatikan NPV-nya, maka proyek A seharusnya dipilih karena memberikan NPV terbesar. Sedangkan kalau kita menggunakan IRR, kita akan meilih B karena proyek tersebut memberikan IRR yang lebih tinggi. Pertanyaannya tentu saja adalah, apakah kita seharusnya memilih A (sesuai dengan criteria NPV) ataukah memilih B dengan (sesuai dengan criteria IRR). Untuk itu persoalan tersebut bisa dimodifikasikan sebagai berikut :

proyek
Tahun 0
Tahun 1
Tahun 2
Tahun 3
NPV
(r =18%)
IRR
A
B
B Minus A
-1.000
-1.000
0
+ 1.300
+  300
-1.000
+ 100
+ 300
+ 200
+   100
+ 1.300
+ 1.200
234,37
260,91
26,53
42%
30%
20%

B minus A artinya adalah bahwa kita menerima B dan A. kalau kita melakukan hal tersebut maka pada tahun 1 kita akan menerima Rp. 1000 lebih kecil, tetapi pada tahun ke 2 dan ke 3, berturut turut kita akan menerima Rp. 200 dan Rp. 1200 lebih besar. Tingkat bunga yang menyamakan pola arus kas incremental (atau selisih) ini adalah 20% (disebut juga incremental IRRnya 20%). Kalau tingkat bunga yang layak adalah 18%, bukankah pantas kalau kita menerima B dan menolak A? kita lihat juga bahwa NPV dari arus kas incremental tersebut adalah + Rp. 26.53.
Berarti dalam situasi mutually exclusive kita mungkin salah memiloih proyek kalau kita menggunakan criteria IRR, penggunaan IRR akan tepat kalau dipergunakan incremental IRR.

2.    Kelemahan metode PI (profitability indeks)
Metode PI akan selalu memberikan keputusan yang sama dengan NPV kalau dipergunakan untuk menilai usulan investasi yang sama. Tetapi kalau dipergunakan untuk memilih proyek yang mutually exclusive, metode PI bisa kontradiktif dengan NPV. Untuk itu perrhatikan contoh berikut ini[2]:

proyek
PV kas keluar (investasi)
PV kas masuk
NPV
PI
C
D
-Rp 1.000
-Rp 500
+ Rp 1.100
+ Rp 560
+ Rp 100
+ Rp 60
1,10
1,12

Table diatas menunjukkan bahwa kalau dipergunakan criteria NPV, maka proyek C dipilih, tetapi dengan criteria PI, proyek D yang dipilih. Masalah ini memang sering membingungkan para mahasiswa karena bukankah proyek D memberikan “keuntungan” Rp.60 dari investasi Rp.500, sedangkan C memang meberikan “keuntungan” RP.100 tetapi ndari investasi Rp.1000? mengapa harus memilih C?
Sebenarnya “kebingungan” tersebut berasal dari asumsi yang mendasarinya. Kalau perusahan bisa memilih antara C dan D, maka tentunya perusahaan memiliki dana minimal RP.1000. kalau kurang dari Rp.1000, maka perusahaan tidak akan bisa mengambil proyek C. dengajn demikian, persoalan bisa dirumuskan sebagai berikut. Seandainya perusahaan memiliki dana sebesar RP.1000, dan tidsk ada proyek-proyek lain selain C dan D, proyek mana yang akan dipilih jawaban? C atau D? jawabnya jelas C.
Secara umum sebenarnya criteria NPV mengisyaratkan bahwa perusahaan seharusnya memilih proyek-proyek yang akan memaksimumkan NPV.
Selain memiliki kelemahan pengambilan keputusan dengan criteria profitability indeks mempunyai beberapa keuntungan diantara keuntungan profitability indeks adalah[3]:
Pertama, metode ini meberikan criteria keputusan yang ssma dengan metode Net Present Vlue, kecuali untuk proyek yang bersifat mutually exclusife.
Kedua, metode profitability indeks dapat digunakan sebagai suatu tekhnik untuk merangking proyek yang akan dipilih, dimana terdapat keterbatasan modal sedangkan proyek yang harus dipilih cukup banyak tersedia.

3.    NPV dan Tujuan Normatif Manajemen Keuangan
Secara teoritis  penggunaan NPV akan memeberikan hasil yang terbaik dalam penilaian profitabilitas investasi. Disamping itu, NPV menunjukkan tambahan kemakmuran rill yang diperoleh oleh pemodal dengan mengambil suatu proyek. Apabila kita kaitakan dengan tujuan normative manajement keuangan, yaitu untuk meningkatkan kemakmuran pemilik perusahaan, maka NPV konsisten dengan tujuan normative tersebut. Marilah kita perhatikan contoh hipotetis[4].
Misalkan suatu perusahaan memperoleh tawaran untuk mengelola perparkiran disuatu wilayah selam lima tahun. Hak tersebut harus dibayar kepada pemerintah daerah seharga Rp.1.200 juta. Misalkan perusahaan menggunakan 100% modal sendiri. Setelah perusahaahn membayar hak parkir tersebut neraca perusahaan, pada harga perolehan akan Nampak sebagai berikut (anggaplah bahwa perusahaan tidak mempunyai aktiva apapun selain hak parker tersebut).

Neraca perusahaan setelah membeli hak parker (pada harga perolehan)
Aktiva
Pasiva
Hak parkir       Rp 1.200 juta
Total                Rp 1.200 juta
Modal sendiri         Rp 1.200 juta
Total                       Rp 1.200 juta

Setelah perusahaan memperoleh hak parkir tersebut, para nails keuangan mendapatkan bahwa perusahaan bisa memperoleh kas masuk bersih perbulan sebesar RP.30 juta. Mereka nuga berpendapat bahwa tingkat bunga yang relevan untuk perusahaan tersebut adalah 1% per bulan. Apabila semua orang sepakat tentang analisis tersebut, maka nilai hak parker tersebut adalah :

PV Hak parkir
PV Hak parkir = Rp 1.348 Juta

Dengan demikian apabila disajikan dalam bentuk neraca, tetapi dicatat pada nilai pasar, maka neraca perusahaan tersebut adalah sebagai berikut:

Neraca perusahaan (pada nilai pasar)
Aktiva
Pasiva
Hak parkir       Rp 1.348 juta
Total                Rp 1.348 juta
Modal sendiri         Rp 1.348 juta
Total                       Rp 1.348 juta

Ini berarti bahwa nilai sebesar RP.1200 yang diinvestasikan sekarang naik menjadi RFP.1.348 juta. Pertambahan  nilai sebesar RP.148 juta ini tidak lain merupakan net present value investasi tersebut. Ini berarti bahwa seandainya perusahaan tersebut saat ini dijual, maka para pemodal akan menawar harga Rp.1.348 juta. Dengan kata lain, bagi pemilik perusahaan akan mengalami kenaikan kemakmuran sebesar Rp. 148 juta.







BAB III
                                                         PENUTUP                  

A.    Kesimpulan
Ciri-ciri dari Investasi dalam aktiva tetap atau capital budgeting adalah bahwa nilai investasi umumnya besar dan jangka waktu unvestasinya yang lama. Dengan karakteristik ini maka keputusan investasi dalam aktiva tetap akan mempunyai resiko yang besar terhadap tingakt profitabilitas perusahaan. Untuk mengurangi kemungkinan menderita kerugian dari investasi aktiva tatpi ini, suatu keputusan investasi harus direncanakan dengan baik. Perencanaan investasi ini merupakan suatu tahap awal dari proses analisi investasi, yang terdiri dari : perencanaan investasi, analisis investasi, pemilihan proyek, pelaksanaan proyek dan pengawasan proyek.
Dalam merencanakan suatu  penilaian profitabilitas investasi terdapat beberapa metode yang dapat kita gunakan  diantaranya, average rate of return, payback period (dan discounted payback), internal rate of return, dan profitability index, tinggal bagaimana kita dapat memilih dengan tepat meteode mana yang akan kita pilih dan gunakan dan yang sesuai dengan apa yang kita harapkan dengan cara membandingkan metode satu dengan yang lainnya dalam hal kelemahan, dan kelebihannya.
Dengan begitu tentunya kita akan lebih mudah tau metode mana yang lebih baik dan yang akan kita gunakan.








DAFTAR PUSTAKA

Husnan. Suad, dan Pudjiastuti. Enny. 2006. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN
Muslich. Mohamad.2003. Manajemen Keuangan Modern. Jakarta : PT. Bumi Aksara











[1] Husnan. Suad, dan Pudjiastuti. Enny. 2006. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Hal:190 Yogyakarta: UPP STIM YKPN

[2] Husnan. Suad, dan Pudjiastuti. Enny. 2006. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Hal:192 Yogyakarta: UPP STIM YKPN
[3] Muslich. Mohamad.2003. Manajemen Keuangan Modern. Hal:162 Jakarta : PT. Bumi Aksara
[4] Husnan. Suad, dan Pudjiastuti. Enny. 2006. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Hal:192-193 Yogyakarta: UPP STIM YKPN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar