MAKALAH
PENGEMBANGAN KURIKULUM PESANTREN
Di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Manajemen Pesantren Nasional
yang dibina oleh Abdul Haq. As, S.Pd.I, M.Pd.I
s
Oleh :
Mila Minhatul Maula (201691200079)
Mufid
Nurdiawati (201691200080)
Lutfiatus Samak (201691200077)
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
AT-TAQWA DONDOWOSO
MARET 2018
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pengembangan kurikulum pesantren pada
dasarnya tidak dapat dilepaskan dari visi pembangunan nasional yang berupaya
menyelamatkan dan memperbaiki kehidupan nasional yang tertera dalam Garis-Garis
Besar Haluan Negara. Pengembangan kurikulum pesantren merupakan bagian dari
peningkatan mutu pendidikan nasional yang harus dilakukan secara komprehensif,
cermat dan menyeluruh (kaffah), terutama berkaitan dengan kualitas pendidikan,
serta relevansinya dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja.
Pengembangan kurikulum merupakan sesuatu
hal yang dapat terjadi kapan saja sesuai dengan kebutuhan pesatnya perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan yang terjadi dalam kehidupan
bermasyarakat dan berbangsa merupakan hal-hal yang harus segera ditanggapi dan
dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum pada setiap jenjang pendidikan.
Munculnya peraturan perundang-undangan yang baru telah membawa implikasi
terhadap paradigma baru dalam proses pengembangan kurikulum.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah
Pengembangan Kurikulum Pesantren?
2. Bagaimana
Proses Pengembangan Kurikulum Pesantren?
3. Bagaimana
Langkah-Langkah Pengembangan Kurikulum Pesantren?
4. Bagaimana
Pendekatan Dalam Pengembangan Kurikulum Pesantren?
C.
Tujuan
1. Untuk
Memahami Pengembangan Kurikulum Pesantren.
2. Untuk
Memahami Proses Pengembangan Kurikulum Pesantren.
3.
Untuk Memenuhi
Langkah-Langkah Pengembangan Kurikulum Pesantren.
4. Untuk
Memahami Pendekatan Dalam Pengembangan Kurikulum Pesantren.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengembangan
Kurikulum Pesantren
Pengembangan kurikulum merupakan sesuatu
hal yang dapat terjadi kapan saja sesuai dengan kebutuhan pesatnya perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan yang terjadi dalam kehidupan
bermasyarakat dan berbangsa merupakan hal-hal yang harus segera ditanggapi dan
dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum pada setiap jenjang pendidikan.[1]
Pengembangan kurikulum
pesantren pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari visi pembangunan nasional
yang berupaya menyelamatkan dan memperbaiki kehidupan nasional yang tertera
dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara. Oleh karena itu, pengembangan tersebut
hendaknya mengakomodasi tuntutan-tuntutan sistemik (Depdiknas, Depag/
Pekapontren) dan lebih-lebih tuntutan-tuntutan sosiologis masyarakat Indonesia.
Visi tersebut secara rinci mencakup terwujudnya masyarakat Indonesia yang
damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang
sehat, mandiri, beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air,
berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi,
memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin.
Dalam pengembangan kurikulum, menurut
Tyler (1949), semua langkah dan prosedur yang ditempuh harus berpegangan kepada
prinsip bahwa kebermaknaan kurikulum akan ditentukan oleh empat asas utama
sebagai berikut:
1. Falsafah
bangsa, masyarakat, sekolah dan guru-guru (aspek filosofik). Nilai- nilai
filosofis ini nampaknya telah tertanam secara kuat di dunia pesantren walau
dengan artikulasi yang khas. Misalnya, cinta tanah air merupakan indikator
kimanan seorang muslim sebagai wujud nasionalisme; tingginya makna jama’ah di
pesantren sangat relevan dengan karakteristik masyarakt bangsa Indonesia suka
gotong-royong dan selalu bersatu; serta ketaatan terhadap guru menjadi bagian
dari berkahnya ilmu seorang murid
2. Harapan
dan kebutuhan masyarakat, termasuk orang tua, kebudayaan masyarakat,
pemerintah, agama, ekonomi, dan sebagainya (aspek sosiologis)
3. Hakikat
anak antara lain taraf perkembangan fisik, mental, psikologis, emosional,
sosial serta cara anak belajar (aspek psikologis)
4. Hakikat
pengetahuan atau disiplin ilmu (bahan pelajaran).[2]
B. Proses Pengembangan Kurikulum Pesantren
Menurut
Nasution, kegiatan pengembangan kurikulum meliputi dua proses utama yang lazim
ditempuh dalam pengembangan kurikulum pendidikan, termasuk pesantren, yakni:
pengembangan pedoman kurikulum dan pengembangan instruksional. Pedoman
kurikulum berisi tentang normatif tentang isi kurikulum misalnya tentang latar
belakang yang berisi tentang tujuan dan landasan filosofis, sasaran peserta
didik, bidang studi, stuktur bahan pelajaran beserta silabusnya. Sedangkan
pedoman instruksional berisi tentang penjabaran lebih rinci dari pedoman
kurikulum untuk pengelolaan pembelajaran. Dengan demikian, podoman
instruksional disusun oleh guru sebagai pedoman dalam penyelenggaraan
pembelajaran atau sebagai pedoman implementasi kurikulum. [3]
Untuk
memenuhi dua proses tersebut, pesantren salafiah nampaknya mengalami kesulitan,
mengingat perencanaan kurikulum di dalamnya tidak disiapkan secara sistematis,
bahkan kurikulumnya cenderung berdasar kyai/pengasuhnya. Dari mana sang kyai
belajar, maka dari situ pula kurikulum diambil. Kalau ada inovasi biasanya
bukan kurikulum intinya.
Akhir akhir ini pemerintah telah
memberikan kepercayaan kepada pesantren salafiyah untuk menyelenggarakan sistem
persekolahan melalui SLTP Terbuka dan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9
Tahun. Hal ini mengandung implikassi bahwa pesantren juga harus melaksanakan
fungsi-fungsi persekolahan, antara lain melaksanakan pendidikan dan pengajaran
secara terencana dan tersistematisasi. Pengembangan kurikulum di pesantren,
dengan demikian, dapat dilakukan di sekolah-sekolah formal walau tidak
sepenuhnya sama dalam isi dan pendekatannya.[4]
C.
Langkah-Langkah
Pengembangan Kurikulum Pesantren
Dalam garis besarnya kurikulum pesantren
dapat dikembangkan melalui tahap-tahap berikut:
1. Melakukan
kajian kebutuhan (needs assessment) untuk memperoleh faktor-faktor penentu
kurikulum serta latar belakangnya. Kegiatan ini berupaya untuk mencari jawaban
atas pertanyaan-pertanyaan:
a. Apakah
kurikulum yang akan dikembangkan?
b. Apakah
faktor-faktor yang utama yang mempengaruhi kurikulum itu?
c. Apa,
kepada siapa, apa sebab, bagaimana organisasi bahan yang akan diajarkan?
2. Menentukan
mata pelajaran yang akan diajarkan
a. Berhubungan
dengan pertimbangan di atas mata
pelajaran apakah yang dianggap paling tepat untuk diberikan?
b. Bagaimana
lingkup dan urutan-urutannya?
3. Merumuskan
tujuan pembelajaran
a. Apakah
pada umumnya yang dapat diharapkan dari
siswa?
4. Menentukan
hasil belajar yang diharapkan dari siswa dalam tiap mata pelajaran
a. Apakah
standar hasil belajar dalam tiap mata pelajaran dalam aspek kognitif/akademik/
intelektual, afektif, dan psikomotor?
5. Menentukan
topik-topik tiap-tiap mata pelajaran
a. Bagaimana
menentukan topik tiap mata pelajaran, beserta luas dan urutan bahannya
berhubung dengan tujuan yang telah dirincikan?
b. Bagaimana
organisasi yang tepat untuk tiap-tiap topik tersebut?
6. Menentukan
syarat-syarat yang dituntut dari siswa
a. Bagaimana
perkembangan dan pengetahuan dari siswa?
b. Apakah
syarat siswa agar dapat mengikuti pelajaran?
c. Kegiatan-kegiatan
apakah yang harus dapat dilakukan siswa agar dapat mencapai tujuan pelajaran?
7. Menentukan
bahan yang harus dibaca siswa
a. Sumber
bahan apa yang harus tersedia diperpustakaan?
b. Sumber
bacaan apa yang dapat disediakan?
c. Bacaan
apa yang esensial dan bacaan apa sebagai pelengkap/pendukung rujukan?
8. Menentukan
strategi mengajar yang serasi serta menyediakan berbagai sumber/alat peraga
proses belajar mengajar
a. Berhubung
dengan bahan pelajaran dan taraf perkembangan dan pengetahuan siswa strategi
mengajar yang bagaimana dianggap paling efektif?
b. Alat
instruksional/alat peraga apakah yang tidak ada dan alat serta sumber apakah
yang disediakan?
9. Menentukan
alat evaluasi hasil belajar siswa serta skala penilaiannya
a. Alat
apa, kegiatan apa yang akan digunakan untuk mengukur taraf kemajuan siswa?
b. Aspek-aspek
apa yang akan dinilai?
c. Bagaimanakah
cara memberi nilai siswa?
d. Apakah
akan diberi bobot yang berbeda untuk aspek tertentu?
10. Membuat
rancangan rencana penilaian kurikulum secara keseluruhan dan strategi
perbaikannya
a. Kapan
dan berapa kali harus diadakan evaluasi kurikulum serta revisinya
b. Alat, proses atau prosedur apakah dapat
digunakan?
Menyusun silabus yang berisi
pokok-pokok bahasan atau topik dan subtopik tiap mata pelajaran termasuk
tanggung jawab pengajar di pesantren atau madrasah. Demikian pula halnya dalam
penyusunan pedoman instruksional, karena gurulah yang bertanggung jawab untuk
merencanakan, menyusun, menyampaikan dan mengevaluasi satuan pelajaran. Maka
karena itu tiap guru harus dapat melaksanakan fungsi sebagai pengembang
kurikulum.
D.
Pendekatan
Dalam Pengembangan Kurikulum Pesantren
Para ahli selama ini telah
mendapatkan sejumlah pendekatan umum dalam pengembangan kurikulum masing masing
berdasarkan fokus utama tertentu. Beberapa pendekatan tersebut adalah
1. Pendekatan
bidang studi (pendekatan disiplin ilmu)
Pendekatan
ini mengunakan bidang studi atau mata pelajaran sebagai dasar organisasi
kurikulum, misalkan kelompok bidang studi umum: matematika, sains, sejarah,
geografi dan sebagainya atau kelompok bidang studi agama: fiqih, bahasa arab,
al qu’ran hadist dan sebagainya. Yang diutamakan dalam pendekatan ini madalah
penguasaan bahan dan proses dalam disiplin ilmu tertentu.
2.
Pendekatan
interdispliner.
Pendekatan ini baerdasarkan atas
pemikiran bahwa masalah– masalah dalam kehidupan tidak hanya melibatkan satu
disiplin, akan tetapi memerlukan berbagai ilmu secara interdisipliner.
Pendekatan ini mencakup pendekatan –pendekatan khusus, termasuk:
a.
Pendekatan “ broad-
field”
Pendekatan ini berusaha
mengintegrasikan beberapa disiplin atau mata pelajaran yang saling berkaitan
agar siswa memahami ilmu pengetahuan tidak berada dalam vakum atau kehampaan,
tetapi merupakan bagian integral dari kehidupan manusia. Pendekatan ini juga
digunakan agar siswa memahami
hubungan
yang kompleks antara kejadian-kejadian didunia.
b.
Pendekatan kurikulum
inti
Kurikulum ini banyak
persamaannya dengan broad-field karena juga mengabungkan beberapa disilin ilmu.
Kurikulum diberikan berdasarkan suatu masalah sosial atau personal. Untuk
memecahkan masalah itu digunakan bahan dari berbagai ilmu yang berkaitan dengan
masalah itu.
Kurikulum ini berusaha
menghilangkan tembok pemisah yang tak wajar antara berbagai disiplin ilmu agar
siswa dapat menerapkan secara fungsoinal pengetahuan dan keterampilan yang
dipeolehnya dari berbagai disilin ilmu guna memecahkan masalah sosial personal
masa kini.
c.
Pendekatan fusi
Kurikulum ini memfusikan
atau menyatukan dua atau lebih disiplin tradisional menjadi bidang studi baru.
Semua pendekatan interdisipliner diatas memiliki tujuan yang sama yaitu agar
proses belajar mengajar lebih relevan dan bermakna serta lebih mudah dipahami
dalamkonteks kehidupan kita.
3.
Pendekatan
rekonstuksionisme
Pendekatan ini juga disebut rekontruksi
sosial karena memfokuskan kurikulum pada masalah penting yang dihadapi dalam
masyarakat seperti polusi, kemiskinan, ledakan penduduk dan sebagainya. Ada dua
kelompok gerakan rekonstuksionisme yang memiliki pandangan berbeda terhadap
kurikulum yaitu:
a.
Rekontruksionisme
konservatif
Yaitu menginginkan agar
pendidikan ditujukan kepada peningkatan mutu kehidupan individu maupun
masyarakat dengan mencari penyelesaian masalah yang paling mendesak yang
dihadapi masyarakat. Dalam proses belajar mengajar, metode pemecahan masalah
(problem solving) memegang peranan penting dalam mengunakan berbagai disiplin
ilmu.
b.
Rekonstruksionisme
radikal
Berpendapat bahwa banyak negara
mengadakan pembangunan dengan merugikan rakyat kecil yang miskin yang merupakan
mayoritas masyarakat. Elite yang berkuasa mengadakan tekanan terhadap massa
yang tak berdaya melalui sistem pendidikan yang diatur demi tujuan itu.
Golongan radikal ini menganjurkan agar pendidikan formal maupun non formal
mengabdikan diri demi tercapainya orde sosial baru berdasarkan pembagian kekuasaan
dan kekayaan yang lebih adil dan merata.
4.
Pendekatan humanistik
Kurikulum ini
berpusat pada siswa dan mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai
prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Para pendidik
humanistik yakin, bahwa kesejahteraan mental dan emosional nsiswa harus
dipandang sentral dalam kurikulum, agar belajar itu memberikan hasil maksimal.
Pendekatan
ini berdasarkan asumsi-asumsi berikut:
a.
siswa akan lebih giat
belajar dan bekerja bila harga dirinya dikembangkan sepenuhnya.
b.
Siswa diturut sertakan
dalam prencanaan dan pelaksanaan pelajaran akan merasa bertanggung jawab atas
keberhasilannya.
c.
Hasil belajar akan
meningkat dalm suasana saling mempercaya, saling membantu, saling mempedulikan
dan kebebasan dari ketegangan yang berlebihan.
d.
Kepedulian siswa akan
pelajaran memegang peranan penting dalam penguasaan bahan pelajaran itu.
e.
Evaluasi diri bagian
penting dari proses belajar yang memupuk
rasa harga diri
5.
Pendekatan pembangunan
nasional
Pendekatan ini terdiri dari tiga unsur
utama yaitu:
a.
Pendidikan
kewarganegaraan
Jenis pendidikan ini berorentasi
kepada sistem politik negara yang menentukan peranan, hak dan kewajiban tiap
warga negara. Dalam masyarakat demokratis, warganegara dapat dimasukkan dalam
tiga kategori, yakni: apatis, aktif dan pasif. Dalam hal ini, peranan
pendidikan adalah mempersiapkan siswa agar memperoleh pengetahuan, keterampilan
dan sikap untuk disumbangkan kepada kesejahteraan umum sebagi warga negara yang
aktif.
Konsep-konsep pendidikan pendidikan
kewarganegaraan lain dapat berupa keterampilan kepemimpinan, berpikir kritis,
pemecahan masalah, dan sebagainya serta sikap yang dituntut dari tiap warga
negara yang baik.
b.
Pendidikan pembangunan
nasional
Tujuan pendidikan ini
adalah mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
pembangunan. Untuk itu harus diadakan proyeksi kebutuhan tenaga kerja yang
cermat. Para pakar tenaga kerja harus memperhitungkan dengan tepat jumlah guru
dan tenaga lain yang dipelukan untuk menyelenggarakan pendidikan tersebut.
Sistem pendidikan diatur sedemikian rupa sehingga mampu menghasilkan tenaga
kerja menurut spesifikasi yang telah diproyeksikan dalam batas kempuan keuangan
negara. Para pengembang kurikulum bertugas mendesain program yang sesuai dengan
analisis jabatan yang akan diduduki.
c.
Pendidikan keterampilan
untuk kehidupan praktis
Keterampilan yang
diperlukan bagi kehidupan sehari-hari dapat dibagi dalam beberapa kategori yang
tidak hanya bercorak ketempilan akan tetapi juga mengandung aspek pengetahuan
dan sikap yakni:
1).
Keterampilan untuk mencari nafkah dan rangka sistemekonomi suatu negara
2).
Keterampilan untuk mengembangkan masyarakat
3).
Keterampilan untuk nmenyumbang kepada kesejahteraan umum
4).
Keterampilan sebagai warga negara yang baik
Pendekatan ini
menggabungkan humanisme dengan pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan
pembanguna nasional. [5]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengembangan kurikulum pesantren
pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari visi pembangunan nasional yang
berupaya menyelamatkan dan memperbaiki kehidupan nasional yang tertera dalam
Garis-Garis Besar Haluan Negara. Oleh karena itu, pengembangan tersebut
hendaknya mengakomodasi tuntutan-tuntutan sistemik (Depdiknas, Depag/ Pekapontren)
dan lebih-lebih tuntutan-tuntutan sosiologis masyarakat Indonesia. Visi
tersebut secara rinci mencakup terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai,
demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat,
mandiri, beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran
hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos
kerja yang tinggi serta berdisiplin.
Menurut Nasution, kegiatan pengembangan
kurikulum meliputi dua proses utama yang lazim ditempuh dalam pengembangan
kurikulum pendidikan, termasuk pesantren, yakni: pengembangan pedoman kurikulum dan pengembangan instruksional. Pedoman
kurikulum berisi tentang normatif tentang isi kurikulum misalnya tentang latar
belakang yang berisi tentang tujuan dan landasan filosofis, sasaran peserta
didik, bidang studi, stuktur bahan pelajaran beserta silabusnya. Sedangkan
pedoman instruksional berisi tentang penjabaran lebih rinci dari pedoman
kurikulum untuk pengelolaan pembelajaran. Dengan demikian, podoman
instruksional disusun oleh guru sebagai pedoman dalam penyelenggaraan
pembelajaran atau sebagai pedoman implementasi kurikulum.
Dalam garis besarnya kurikulum pesantren
dapat dikembangkan melalui tahap-tahap berikut ini yaitu melakukan kajian
kebutuhan (needs assessment) untuk memperoleh faktor-faktor penentu kurikulum
serta latar belakangnya, Menentukan mata pelajaran yang akan diajarkan,
merumuskan tujuan pembelajaran, menentukan hasil belajar yang diharapkan dari
siswa dalam tiap mata pelajaran, menentukan topik-topik tiap-tiap mata
pelajaran, menentukan syarat-syarat yang dituntut dari siswa, menentukan bahan
yang harus dibaca siswa, menentukan strategi mengajar yang serasi serta
menyediakan berbagai sumber/alat peraga proses belajar mengajar, menentukan
alat evaluasi hasil belajar siswa serta skala penilaiannya, membuat rancangan
rencana penilaian kurikulum secara keseluruhan dan strategi perbaikannya.
Para ahli selama ini telah mendapatkan
sejumlah pendekatan umum dalam pengembangan kurikulum masing masing berdasarkan
fokus utama tertentu. Beberapa pendekatan tersebut adalah pendekatan bidang
studi (pendekatan disiplin ilmu), Pendekatan interdispliner, Pendekatan rekonstuksionisme,
Pendekatan humanistik, Pendekatan pembangunan nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar.
2012. Manajemen Pengembangan kurikulu. Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Masyhud, M. Sulthon.
Dkk. 2003. Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta: Diva Pustaka.
Sanjaya, Wina. 2015. Kurikulum
dan Pembelajaran (Teori dan Praktek KTSP), Jakarta: Prenadamedia
Group.
[1] Oemar Hamalik, Manajemen
Pengembangan kurikulum, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012. Hal 90
[2] M. Sulthon Masyhud, dkk, Manajemen
Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, 2003. Hal: 73-77
[3] Wina Sanjaya, kurikulum dan pembelajaran (Teori dan Praktek KTSP),
Jakarta: Prenadamedia Group, 2015. Hal 35-36
[4] M. Sulthon Masyhud, dkk, Manajemen
Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, 2003. Hal: 78
[5] M. Sulthon Masyhud, dkk, Manajemen
Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, 2003. Hal: 79-88
Tidak ada komentar:
Posting Komentar