Minggu, 05 Mei 2019

Pengembangan Kurikulum Pesantren

MAKALAH
PENGEMBANGAN KURIKULUM PESANTREN
Di Ajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Manajemen Pesantren Nasional
yang dibina oleh Abdul Haq. As, S.Pd.I, M.Pd.I
 


s






Oleh :
                      
                                      Mila Minhatul Maula    (201691200079)
                                      Mufid Nurdiawati         (201691200080)
                                      Lutfiatus Samak            (201691200077)


MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
AT-TAQWA DONDOWOSO

MARET 2018




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pengembangan kurikulum pesantren pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari visi pembangunan nasional yang berupaya menyelamatkan dan memperbaiki kehidupan nasional yang tertera dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara. Pengembangan kurikulum pesantren merupakan bagian dari peningkatan mutu pendidikan nasional yang harus dilakukan secara komprehensif, cermat dan menyeluruh (kaffah), terutama berkaitan dengan kualitas pendidikan, serta relevansinya dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja.
Pengembangan kurikulum merupakan sesuatu hal yang dapat terjadi kapan saja sesuai dengan kebutuhan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa merupakan hal-hal yang harus segera ditanggapi dan dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum pada setiap jenjang pendidikan. Munculnya peraturan perundang-undangan yang baru telah membawa implikasi terhadap paradigma baru dalam proses pengembangan kurikulum.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah Pengembangan Kurikulum Pesantren?
2.      Bagaimana Proses Pengembangan Kurikulum Pesantren?
3.      Bagaimana Langkah-Langkah Pengembangan Kurikulum Pesantren?
4.      Bagaimana Pendekatan Dalam Pengembangan Kurikulum Pesantren?



C.    Tujuan
1.   Untuk Memahami Pengembangan Kurikulum Pesantren.
2.   Untuk Memahami Proses Pengembangan Kurikulum Pesantren.
3.   Untuk Memenuhi Langkah-Langkah Pengembangan Kurikulum Pesantren.
4.   Untuk Memahami Pendekatan Dalam Pengembangan Kurikulum Pesantren.
    


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengembangan Kurikulum Pesantren
Pengembangan kurikulum merupakan sesuatu hal yang dapat terjadi kapan saja sesuai dengan kebutuhan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa merupakan hal-hal yang harus segera ditanggapi dan dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum pada setiap jenjang pendidikan.[1]
Pengembangan kurikulum pesantren pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari visi pembangunan nasional yang berupaya menyelamatkan dan memperbaiki kehidupan nasional yang tertera dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara. Oleh karena itu, pengembangan tersebut hendaknya mengakomodasi tuntutan-tuntutan sistemik (Depdiknas, Depag/ Pekapontren) dan lebih-lebih tuntutan-tuntutan sosiologis masyarakat Indonesia. Visi tersebut secara rinci mencakup terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin.
Dalam pengembangan kurikulum, menurut Tyler (1949), semua langkah dan prosedur yang ditempuh harus berpegangan kepada prinsip bahwa kebermaknaan kurikulum akan ditentukan oleh empat asas utama sebagai berikut:
1.      Falsafah bangsa, masyarakat, sekolah dan guru-guru (aspek filosofik). Nilai- nilai filosofis ini nampaknya telah tertanam secara kuat di dunia pesantren walau dengan artikulasi yang khas. Misalnya, cinta tanah air merupakan indikator kimanan seorang muslim sebagai wujud nasionalisme; tingginya makna jama’ah di pesantren sangat relevan dengan karakteristik masyarakt bangsa Indonesia suka gotong-royong dan selalu bersatu; serta ketaatan terhadap guru menjadi bagian dari berkahnya ilmu seorang murid
2.      Harapan dan kebutuhan masyarakat, termasuk orang tua, kebudayaan masyarakat, pemerintah, agama, ekonomi, dan sebagainya (aspek sosiologis)
3.      Hakikat anak antara lain taraf perkembangan fisik, mental, psikologis, emosional, sosial serta cara anak belajar (aspek psikologis)
4.      Hakikat pengetahuan atau disiplin ilmu (bahan pelajaran).[2]

B.     Proses Pengembangan Kurikulum Pesantren
            Menurut Nasution, kegiatan pengembangan kurikulum meliputi dua proses utama yang lazim ditempuh dalam pengembangan kurikulum pendidikan, termasuk pesantren, yakni: pengembangan pedoman kurikulum dan pengembangan instruksional. Pedoman kurikulum berisi tentang normatif tentang isi kurikulum misalnya tentang latar belakang yang berisi tentang tujuan dan landasan filosofis, sasaran peserta didik, bidang studi, stuktur bahan pelajaran beserta silabusnya. Sedangkan pedoman instruksional berisi tentang penjabaran lebih rinci dari pedoman kurikulum untuk pengelolaan pembelajaran. Dengan demikian, podoman instruksional disusun oleh guru sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pembelajaran atau sebagai pedoman implementasi kurikulum. [3]
            Untuk memenuhi dua proses tersebut, pesantren salafiah nampaknya mengalami kesulitan, mengingat perencanaan kurikulum di dalamnya tidak disiapkan secara sistematis, bahkan kurikulumnya cenderung berdasar kyai/pengasuhnya. Dari mana sang kyai belajar, maka dari situ pula kurikulum diambil. Kalau ada inovasi biasanya bukan kurikulum intinya.
Akhir akhir ini pemerintah telah memberikan kepercayaan kepada pesantren salafiyah untuk menyelenggarakan sistem persekolahan melalui SLTP Terbuka dan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Hal ini mengandung implikassi bahwa pesantren juga harus melaksanakan fungsi-fungsi persekolahan, antara lain melaksanakan pendidikan dan pengajaran secara terencana dan tersistematisasi. Pengembangan kurikulum di pesantren, dengan demikian, dapat dilakukan di sekolah-sekolah formal walau tidak sepenuhnya sama dalam isi dan pendekatannya.[4]

C.    Langkah-Langkah Pengembangan Kurikulum Pesantren
Dalam garis besarnya kurikulum pesantren dapat dikembangkan melalui tahap-tahap berikut:
1.      Melakukan kajian kebutuhan (needs assessment) untuk memperoleh faktor-faktor penentu kurikulum serta latar belakangnya. Kegiatan ini berupaya untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan:
a.       Apakah kurikulum yang akan dikembangkan?
b.      Apakah faktor-faktor yang utama yang mempengaruhi kurikulum itu?
c.       Apa, kepada siapa, apa sebab, bagaimana organisasi bahan yang akan diajarkan?
2.      Menentukan mata pelajaran yang akan diajarkan
a.       Berhubungan dengan pertimbangan  di atas mata pelajaran apakah yang dianggap paling tepat untuk diberikan?
b.      Bagaimana lingkup dan urutan-urutannya?
3.      Merumuskan tujuan pembelajaran
a.       Apakah pada umumnya yang dapat diharapkan  dari siswa?
4.      Menentukan hasil belajar yang diharapkan dari siswa dalam tiap mata pelajaran
a.       Apakah standar hasil belajar dalam tiap mata pelajaran dalam aspek kognitif/akademik/ intelektual, afektif, dan psikomotor?
5.      Menentukan topik-topik tiap-tiap mata pelajaran
a.       Bagaimana menentukan topik tiap mata pelajaran, beserta luas dan urutan bahannya berhubung dengan tujuan yang telah dirincikan?
b.      Bagaimana organisasi yang tepat untuk tiap-tiap topik tersebut?
6.      Menentukan syarat-syarat yang dituntut dari siswa
a.       Bagaimana perkembangan dan pengetahuan dari siswa?
b.      Apakah syarat siswa agar dapat mengikuti pelajaran?
c.       Kegiatan-kegiatan apakah yang harus dapat dilakukan siswa agar dapat mencapai tujuan pelajaran?
7.      Menentukan bahan yang harus dibaca siswa
a.       Sumber bahan apa yang harus tersedia diperpustakaan?
b.      Sumber bacaan apa yang dapat disediakan?
c.       Bacaan apa yang esensial dan bacaan apa sebagai pelengkap/pendukung rujukan?
8.      Menentukan strategi mengajar yang serasi serta menyediakan berbagai sumber/alat peraga proses belajar mengajar
a.       Berhubung dengan bahan pelajaran dan taraf perkembangan dan pengetahuan siswa strategi mengajar yang bagaimana dianggap paling efektif?
b.      Alat instruksional/alat peraga apakah yang tidak ada dan alat serta sumber apakah yang disediakan?
9.      Menentukan alat evaluasi hasil belajar siswa serta skala penilaiannya
a.       Alat apa, kegiatan apa yang akan digunakan untuk mengukur taraf kemajuan siswa?
b.      Aspek-aspek apa yang akan dinilai?
c.       Bagaimanakah cara memberi nilai siswa?
d.      Apakah akan diberi bobot yang berbeda untuk aspek tertentu?
10.  Membuat rancangan rencana penilaian kurikulum secara keseluruhan dan strategi perbaikannya
a.       Kapan dan berapa kali harus diadakan evaluasi kurikulum serta revisinya
b.       Alat, proses atau prosedur apakah dapat digunakan?
Menyusun silabus yang berisi pokok-pokok bahasan atau topik dan subtopik tiap mata pelajaran termasuk tanggung jawab pengajar di pesantren atau madrasah. Demikian pula halnya dalam penyusunan pedoman instruksional, karena gurulah yang bertanggung jawab untuk merencanakan, menyusun, menyampaikan dan mengevaluasi satuan pelajaran. Maka karena itu tiap guru harus dapat melaksanakan fungsi sebagai pengembang kurikulum.
D.    Pendekatan Dalam Pengembangan Kurikulum Pesantren
Para ahli selama ini telah mendapatkan sejumlah pendekatan umum dalam pengembangan kurikulum masing masing berdasarkan fokus utama tertentu. Beberapa pendekatan tersebut adalah
1.      Pendekatan bidang studi (pendekatan disiplin ilmu)
        Pendekatan ini mengunakan bidang studi atau mata pelajaran sebagai dasar organisasi kurikulum, misalkan kelompok bidang studi umum: matematika, sains, sejarah, geografi dan sebagainya atau kelompok bidang studi agama: fiqih, bahasa arab, al qu’ran hadist dan sebagainya. Yang diutamakan dalam pendekatan ini madalah penguasaan bahan dan proses dalam disiplin ilmu tertentu.
2.   Pendekatan interdispliner.
            Pendekatan ini baerdasarkan atas pemikiran bahwa masalah– masalah dalam kehidupan tidak hanya melibatkan satu disiplin, akan tetapi memerlukan berbagai ilmu secara interdisipliner. Pendekatan ini mencakup pendekatan –pendekatan khusus, termasuk:
a.    Pendekatan “ broad- field”
               Pendekatan ini berusaha mengintegrasikan beberapa disiplin atau mata pelajaran yang saling berkaitan agar siswa memahami ilmu pengetahuan tidak berada dalam vakum atau kehampaan, tetapi merupakan bagian integral dari kehidupan manusia. Pendekatan ini juga digunakan agar siswa memahami
hubungan yang kompleks antara kejadian-kejadian didunia.
b.      Pendekatan kurikulum inti
                        Kurikulum ini banyak persamaannya dengan broad-field karena juga mengabungkan beberapa disilin ilmu. Kurikulum diberikan berdasarkan suatu masalah sosial atau personal. Untuk memecahkan masalah itu digunakan bahan dari berbagai ilmu yang berkaitan dengan masalah itu.
                        Kurikulum ini berusaha menghilangkan tembok pemisah yang tak wajar antara berbagai disiplin ilmu agar siswa dapat menerapkan secara fungsoinal pengetahuan dan keterampilan yang dipeolehnya dari berbagai disilin ilmu guna memecahkan masalah sosial personal masa kini.
c.       Pendekatan fusi
                        Kurikulum ini memfusikan atau menyatukan dua atau lebih disiplin tradisional menjadi bidang studi baru. Semua pendekatan interdisipliner diatas memiliki tujuan yang sama yaitu agar proses belajar mengajar lebih relevan dan bermakna serta lebih mudah dipahami dalamkonteks kehidupan kita.
3.   Pendekatan rekonstuksionisme
        Pendekatan ini juga disebut rekontruksi sosial karena memfokuskan kurikulum pada masalah penting yang dihadapi dalam masyarakat seperti polusi, kemiskinan, ledakan penduduk dan sebagainya. Ada dua kelompok gerakan rekonstuksionisme yang memiliki pandangan berbeda terhadap kurikulum yaitu:

a.    Rekontruksionisme konservatif
                    Yaitu menginginkan agar pendidikan ditujukan kepada peningkatan mutu kehidupan individu maupun masyarakat dengan mencari penyelesaian masalah yang paling mendesak yang dihadapi masyarakat. Dalam proses belajar mengajar, metode pemecahan masalah (problem solving) memegang peranan penting dalam mengunakan berbagai disiplin ilmu.
b.    Rekonstruksionisme radikal
               Berpendapat bahwa banyak negara mengadakan pembangunan dengan merugikan rakyat kecil yang miskin yang merupakan mayoritas masyarakat. Elite yang berkuasa mengadakan tekanan terhadap massa yang tak berdaya melalui sistem pendidikan yang diatur demi tujuan itu. Golongan radikal ini menganjurkan agar pendidikan formal maupun non formal mengabdikan diri demi tercapainya orde sosial baru berdasarkan pembagian kekuasaan dan kekayaan yang lebih adil dan merata.
4.      Pendekatan humanistik
                           Kurikulum ini berpusat pada siswa dan mengutamakan perkembangan afektif siswa sebagai prasyarat dan sebagai bagian integral dari proses belajar. Para pendidik humanistik yakin, bahwa kesejahteraan mental dan emosional nsiswa harus dipandang sentral dalam kurikulum, agar belajar itu memberikan hasil maksimal.
Pendekatan ini berdasarkan asumsi-asumsi berikut:
a.       siswa akan lebih giat belajar dan bekerja bila harga dirinya dikembangkan sepenuhnya.
b.      Siswa diturut sertakan dalam prencanaan dan pelaksanaan pelajaran akan merasa bertanggung jawab atas keberhasilannya.
c.       Hasil belajar akan meningkat dalm suasana saling mempercaya, saling membantu, saling mempedulikan dan kebebasan dari ketegangan yang berlebihan.
d.      Kepedulian siswa akan pelajaran memegang peranan penting dalam penguasaan bahan pelajaran itu.
e.       Evaluasi diri bagian penting dari  proses belajar yang memupuk rasa harga diri
5.   Pendekatan pembangunan nasional
      Pendekatan ini terdiri dari tiga unsur utama yaitu:
a.       Pendidikan kewarganegaraan
              Jenis pendidikan ini berorentasi kepada sistem politik negara yang menentukan peranan, hak dan kewajiban tiap warga negara. Dalam masyarakat demokratis, warganegara dapat dimasukkan dalam tiga kategori, yakni: apatis, aktif dan pasif. Dalam hal ini, peranan pendidikan adalah mempersiapkan siswa agar memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap untuk disumbangkan kepada kesejahteraan umum sebagi warga negara yang aktif.
              Konsep-konsep pendidikan pendidikan kewarganegaraan lain dapat berupa keterampilan kepemimpinan, berpikir kritis, pemecahan masalah, dan sebagainya serta sikap yang dituntut dari tiap warga negara yang baik.
b.      Pendidikan pembangunan nasional
                          Tujuan pendidikan ini adalah mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Untuk itu harus diadakan proyeksi kebutuhan tenaga kerja yang cermat. Para pakar tenaga kerja harus memperhitungkan dengan tepat jumlah guru dan tenaga lain yang dipelukan untuk menyelenggarakan pendidikan tersebut. Sistem pendidikan diatur sedemikian rupa sehingga mampu menghasilkan tenaga kerja menurut spesifikasi yang telah diproyeksikan dalam batas kempuan keuangan negara. Para pengembang kurikulum bertugas mendesain program yang sesuai dengan analisis jabatan yang akan diduduki.


c.       Pendidikan keterampilan untuk kehidupan praktis
                        Keterampilan yang diperlukan bagi kehidupan sehari-hari dapat dibagi dalam beberapa kategori yang tidak hanya bercorak ketempilan akan tetapi juga mengandung aspek pengetahuan dan sikap yakni:
1). Keterampilan untuk mencari nafkah dan rangka sistemekonomi   suatu negara
2). Keterampilan untuk mengembangkan masyarakat
3). Keterampilan untuk nmenyumbang kepada kesejahteraan umum
4). Keterampilan sebagai warga negara yang baik
                        Pendekatan ini menggabungkan humanisme dengan pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan pembanguna nasional. [5]


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
            Pengembangan kurikulum pesantren pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari visi pembangunan nasional yang berupaya menyelamatkan dan memperbaiki kehidupan nasional yang tertera dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara. Oleh karena itu, pengembangan tersebut hendaknya mengakomodasi tuntutan-tuntutan sistemik (Depdiknas, Depag/ Pekapontren) dan lebih-lebih tuntutan-tuntutan sosiologis masyarakat Indonesia. Visi tersebut secara rinci mencakup terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin.
Menurut Nasution, kegiatan pengembangan kurikulum meliputi dua proses utama yang lazim ditempuh dalam pengembangan kurikulum pendidikan, termasuk pesantren, yakni: pengembangan pedoman kurikulum dan pengembangan instruksional. Pedoman kurikulum berisi tentang normatif tentang isi kurikulum misalnya tentang latar belakang yang berisi tentang tujuan dan landasan filosofis, sasaran peserta didik, bidang studi, stuktur bahan pelajaran beserta silabusnya. Sedangkan pedoman instruksional berisi tentang penjabaran lebih rinci dari pedoman kurikulum untuk pengelolaan pembelajaran. Dengan demikian, podoman instruksional disusun oleh guru sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pembelajaran atau sebagai pedoman implementasi kurikulum.
Dalam garis besarnya kurikulum pesantren dapat dikembangkan melalui tahap-tahap berikut ini yaitu melakukan kajian kebutuhan (needs assessment) untuk memperoleh faktor-faktor penentu kurikulum serta latar belakangnya, Menentukan mata pelajaran yang akan diajarkan, merumuskan tujuan pembelajaran, menentukan hasil belajar yang diharapkan dari siswa dalam tiap mata pelajaran, menentukan topik-topik tiap-tiap mata pelajaran, menentukan syarat-syarat yang dituntut dari siswa, menentukan bahan yang harus dibaca siswa, menentukan strategi mengajar yang serasi serta menyediakan berbagai sumber/alat peraga proses belajar mengajar, menentukan alat evaluasi hasil belajar siswa serta skala penilaiannya, membuat rancangan rencana penilaian kurikulum secara keseluruhan dan strategi perbaikannya.
Para ahli selama ini telah mendapatkan sejumlah pendekatan umum dalam pengembangan kurikulum masing masing berdasarkan fokus utama tertentu. Beberapa pendekatan tersebut adalah pendekatan bidang studi (pendekatan disiplin ilmu), Pendekatan interdispliner, Pendekatan rekonstuksionisme, Pendekatan humanistik, Pendekatan pembangunan nasional.

DAFTAR PUSTAKA

Hamalik, Oemar. 2012. Manajemen Pengembangan kurikulu. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Masyhud, M. Sulthon. Dkk.  2003. Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta: Diva Pustaka.
Sanjaya, Wina. 2015. Kurikulum  dan Pembelajaran (Teori dan Praktek KTSP), Jakarta: Prenadamedia Group.




[1] Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan kurikulum, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012. Hal 90
[2] M. Sulthon Masyhud, dkk, Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, 2003. Hal: 73-77
[3] Wina Sanjaya, kurikulum  dan pembelajaran (Teori dan Praktek KTSP), Jakarta: Prenadamedia Group, 2015. Hal 35-36
[4] M. Sulthon Masyhud, dkk, Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, 2003. Hal: 78

[5] M. Sulthon Masyhud, dkk, Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka, 2003. Hal: 79-88

Tidak ada komentar:

Posting Komentar